Langsung ke konten utama

Petani-pun Dapat Menikmati Kopi "STARBUCKS"

Rumah panggung berdinding kayu itu laburannya telah kusam karena kebanyakan terkena asap dari tungku di dapur. Letaknya persis di samping kebun kopi. Kursi tamunya reyot. Televisi 14 inci, hiburan satu-satunya di rumah tersebut, tertutup taplak kumal.

Pemilik rumah, Toho Manatap Siregar, petani kopi tamatan SMP, yang punya tanggung jawab mengelola uang ratusan juta rupiah, dana komunal petani kopi hasil ekspor dengan standar perdagangan internasional yang adil.

Toho tinggal di Desa Sibuntuon Partea, Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa ini berjarak sekitar 300 kilometer dari Medan, di mana terdapat dua gerai kopi internasional, Starbucks yang menjual kopi arabika lintong. Seperti namanya, Lintong Nihuta menjadi ”rumah” bagi kopi arabika lintong. Lintong Nihuta terletak di dataran tinggi pinggiran Danau Toba sebelah tenggara, yang cocok bagi pertumbuhan kopi jenis arabika.

Di Starbucks, biji kopi arabika lintong yang sudah disangrai dihargai Rp 95.000 setiap kemasan ukuran 250 gram. Bungkusnya eksklusif. Ada dua nama untuk kopi arabika lintong yang dijual Starbucks, Sumatra dan Sumatra Decaf. Yang terakhir oleh Starbucks dibikin dengan kadar kafein lebih rendah.

Kopi arabika lintong atau biasa hanya disebut kopi lintong adalah satu dari tiga brand kopi arabika terkenal dunia yang ditanam di Pulau Sumatera. Dua lainnya adalah kopi mandheling dan kopi gayo.

Saat kami bertandang ke rumahnya, Toho menyuruh anak perempuannya menyuguhkan kopi. Ketika ditanya, apakah itu kopi lintong, Toho malah tertawa. ”Saya pun tak tahu itu kopi apa. Kami cuma jual biji kopi, sudah jarang menyangrai dan menggiling sendiri. Lebih praktis beli kopi bubuk di pasar,” katanya.

Toho tak pernah mencicipi kopi di Starbucks. Dia pun tak tahu, biji kopi dari Lintong yang diekspor, disangrai pembeli di negaranya, ternyata dijual kembali di Indonesia dengan harga sangat mahal.

Dalam rantai perdagangan internasional, di titik paling awal, petani atau buruh kebun kadang tidak mendapatkan bagian yang adil dari keuntungan perdagangan. Petani tetap miskin. Padahal, hasil kebunnya bernilai sangat tinggi di pasar internasional, seperti kopi arabika lintong ini.

Beruntung Toho bergabung dalam Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik (APKLO). Organisasi petani berdiri sejak 21 Oktober 2003. APKLO merupakan gabungan beberapa kelompok tani di dua kecamatan, Lintong Ni Huta di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Siborongborong di Kabupaten Tapanuli Utara.

Pada tahun 2005 APKLO mendapat sertifikasi dari Fairtrade Labeling Organization (FLO), jaringan organisasi nirlaba berbasis di Bonn, Jerman, yang menyokong perdagangan internasional berjalan adil bagi penghasil komoditas seperti petani dan buruh. APKLO mendapat sertifikasi FLO setelah didampingi Wakachiai Project, sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Jepang.

FLO membuat standardisasi perdagangan yang adil bagi penghasil komoditas, eksportir, dan pembeli. Dalam laman resmi organisasi ini disebutkan, fairtrade adalah pendekatan alternatif dalam perdagangan konvensional. Didasarkan pada kemitraan penghasil komoditas dengan konsumennya, fairtrade menawarkan konsumen cara mengurangi kemiskinan saat mereka berbelanja. Produk berlabel fairtrade berharga lebih mahal, tetapi marginnya dinikmati penghasil produk.

”Fairtrade” premium

Fairtrade memangkas mata rantai perdagangan. Petani seperti Toho bisa menjual kopinya langsung ke importir di Jepang tanpa harus lebih dulu berhubungan dengan pengepul dan tengkulak. ”Petani tak bisa menentukan harga kopi karena selama ini ditentukan tengkulak dan pengepul,” ujar Ketua APKLO Gani Silaban.

”Dengan fairtrade, kami dapat harga standar minimum yang tak terpengaruh gejolak harga kopi dunia. Kalau harga tinggi, kami dapat lebih tinggi. Keuntungan lain, kami dapat fairtrade premium, uang lebih yang tidak termasuk harga standar,” kata Gani.

Fairtrade premium ini menjadi dana komunal petani. Nilai fairtrade premium produk kopi bersertifikat FLO saat ini sekitar Rp 2.000 per kilogram. Dana ini dipakai untuk meningkatkan kapasitas sosial, ekonomi, dan lingkungan petani. Inilah dana yang pengelolaannya dipegang Toho selaku Ketua Komite Premium APKLO. ”Penggunaannya dibicarakan bersama seluruh anggota APKLO,” katanya.

APKLO tahun 2009 mendapat fairtrade premium sebesar Rp 218 juta, hasil produksi kopi 152 petani anggota APKLO setahun. ”Kami gunakan memberi beasiswa anak petani, membeli sarana produksi milik kelompok tani hingga membiayai pelatihan petani. Saya sempat dapat pelatihan di Jepang dari dana ini,” ujar Gani.

FLO tak sembarangan memberikan fairtrade premium. Setiap tahun FLO mengaudit standardisasi pelabelan fairtrade. Gani menuturkan, audit paling ketat diterapkan dalam penggunaan fairtrade premium. Sertifikat dicabut jika dana disalahgunakan. ”Meski FLO tak menjamin bakal ada pembeli, selalu saja ada pembeli luar negeri berminat. Bulan lalu kami sudah mengapalkan 18 ton kopi lintong ke Jepang,” katanya.

Starbucks merupakan salah satu pembeli kopi yang ikut dalam jaringan fairtrade. Ada 24 negara yang punya inisiatif pelabelan fairtrade tersebar di Eropa, Amerika, Australia, dan Jepang. Di Siborongborong, eksportir kopi lintong yang memasok Starbucks, PT Sumatera Speciallity Coffee (SSS), diminta Starbucks bekerja sama dengan koperasi yang memasok kopi lintong ke mereka agar mendapat sertifikasi FLO.

Koperasi atau kelompok tani seperti APKLO dianggap menerapkan prinsip demokrasi ekonomi sebagai syarat perdagangan yang adil. Menurut Koordinator PT SSS di Siborongborong Joko Prabowo, perusahaannya menggandeng Wira koperasi Satolop untuk mendapatkan sertifikasi FLO. Sekitar 4.000 anggota Wira koperasi adalah petani kopi lintong di Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan.

Menurut salah seorang pendiri Wira Koperasi, Robinson Bakara, koperasinya dalam tahap akhir mendapatkan sertifikasi FLO. ”Standardisasi yang harus dipenuhi cukup berat, tapi manfaat perdagangan yang adil bagi petani jauh lebih penting. Kami belajar dari keberhasilan APKLO,” katanya.

Sekarang APKLO berencana membangun gudang dan membeli mesin pengelupas kulit ari biji kopi dari dana fairtrade premium.

Toho menuturkan, dengan memiliki gudang, petani bisa menyimpan stok kopi untuk dijual saat harga tinggi. Mesin pengelupas kulit ari membuat mereka tak perlu menyewa lagi ke eksportir.

Untuk menikmati semerbak aroma kopi lintong produksinya, Toho tak perlu datang ke Starbucks yang menjualnya dengan harga sangat mahal. Perdagangan yang adil membuat Toho cukup menikmati semerbaknya aroma kopi lintong, meski dari kopi bubuk antah-berantah yang dibelinya di pasar

Sumber : Kompas


"Gak gaul kalau belum minum Kopi Starbucks.." itulah kalimat yang sering dilontarkan anak-anak muda di kota-kota besar, tapi siapa yang tau kalau produk Kopi Stabucks ternyata salah satunya didapat dari Koperasi pinggiran danau toba yang tergabung dalam sebuah kelompok tani kopi ??? wah...wah...wah......untung nama Koperasi nya bukan Koperasi Starbucks.....hahahaha

Komentar

  1. Hmmm saya suka minum kopi, mantap kalo pas dingin mlm2.he Thx gan dah mau mmpir n ngasih uang saku. Kiss nih buat juragan d sana.

    http://skynet-jogja.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. hehehe,, info yang luar biasa kawan... terus maju ya dengan info2 menarik seperti ini..

    BalasHapus
  3. thx atas kunjungan dan komennya teman.....keep touch on blog

    BalasHapus
  4. hehe, kalo ada koperasi yang namanya kaya gitu ya gpp jg gan. tapi kalo nama koperasinya yang lebih indo, saya yakin lebih bisa menyaingi produk2 brand luar negeri. menciptakan brand sendiri insyaAllah dan pasti lebih HEBRING gan. sukses selalu ya.. :D

    BalasHapus
  5. @wisata malang : Sudah banyak loh Koperasi yg GO INTERNASIONAL coba search di google deh....

    BalasHapus
  6. tidak hanya petani ... komodo juga ternyata doyan starbucks kopi ...

    BalasHapus

Posting Komentar

Leave Your Messages

Postingan populer dari blog ini

BEASISWA S1 UNTUK ANGGOTA PENGURUS DAN PENGAWAS KOPERASI DARI KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM RI

Anda ingin mengasah ilmu perkoperasian anda semakin lebih tajam ? kini saatnya anda dapat menikmati beasiswa dari Kementerian Koperasi dan UKM RI yang bekerjasama dengan Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN) Jatinangor, Bandung Jawa Barat. Tahun ini Kementerian Koperasi dan UKM RI c.q Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia melaksanakan "Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Melalui Beasiswa Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1) Tahun 2015" bagi 100 orang peserta yang berasal dari unsur pengurus, pengawas, pengelola, karyawan, anggota koperasi serta UKM/UKM Potensial. Ini merupakan langkah nyata pemerintah untuk terus memberdayakan Koperasi dengan langkah strategis dimana Pemerintah ingin mencari koperasi-koperasi berkualitas dan UKM yang potensial agar dapat tercipta sumber daya manusia koperasi yang mampu mengembangkan usaha dan lembaga koperasi yang mereka kelola ke arah yang lebih baik lagi.  Jika anda ber

LOGO BARU KOPERASI INDONESIA

Menyambut "International Year of Cooperatives" Indonesia di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 23-25 Mei 2012", Kementerian Koperasi dan UKM RI meluncurkan logo baru Koperasi Indonesia. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Syarief Hasan mengatakan : lambang Koperasi Indonesia yang baru itu berbentuk gambar bunga yang memberi kesan perkembangan dan kemajuan koperasi di Indonesia. Gambar bunga itu mengandung makna Koperasi Indonesia selalu berkembang, cemerlang, berwawasan, variatif, inovatif sekaligus produktif dalam kegiatannya, serta berwawasan dan berorientasi pada keunggulan dan teknologi. Lambang Koperasi Indonesia yang baru itu didominasi oleh warna hijau pastel yang berwibawa dan menimbulkan kesan kalem. Bentuknya juga lain sama sekali dari yang sebelumnya yang berbentuk pohon beringin yang dikelilingi kapas dan padi, timbangan, bintang dalam perisai, gerigi roda, dan berwarna merah dan putih. Pada lambang baru, gambar bunga dengan empat kelop

CARA MUDAH MENDAPATKAN BANTUAN SOSIAL UNTUK KOPERASI

Bantuan sosial (BANSOS) bukanlah menjadi sebuah cita-cita dalam mendirikan dan menjalankan usaha Koperasi, namun masih banyak orang ataupun perseorangan yang berusaha mendirikan Koperasi hanya untuk mendapatkan program stimulasi yang diberikan oleh Pemerintah kepada Koperasi berupa bantuan sosial (bansos). Jika dilihat dari motifnya maka sudah dapat dipastikan bahwa Koperasi yang sengaja didirikan hanya untuk mendapatkan bantuan sosial akan berjalan di tempat dan perlahan demi perlahan akan mati seperti tumbuhan yang kekurangan air, lama kelamaan akan layu dan akhirya mati. Jika anda termasuk orang ataupun perseorangan yang memiliki Koperasi seperti ini, saran saya segeralah anda menutup halaman blog ini, berbenah diri, dan segera pula menutup Koperasi yang anda dirikan, karena anda adalah bagian dari orang-orang yang hanya merusak roh dan prinsip-prinsip koperasi. Akan tetapi jika anda adalah seorang pengurus Koperasi yang notabene diangkat sebagai pengurus sesuai dengan tata cara